Perbandingan tengkorak Homo floresiensis dengan Homo Sapiens (Manusia normal) |
Istilah Hobbit beken lewat trilogi "The Lord of the Rings" karangan John Ronald Reuel Tolkien. Hobbit kian mendunian
saat epik tersebut diangkat ke layar lebar oleh sutradara kondang Peter Jackson pada 2001-2003.
saat epik tersebut diangkat ke layar lebar oleh sutradara kondang Peter Jackson pada 2001-2003.
Dikisahkan, para Hobbit adalah manusia kate setinggi rata-rata tiga
kaki atau sekitar 1 meter. Mereka hidup berdampingan di Bumi Tengah
(Middle Earth) bersama kaum Elf (peri), Dwarf (kurcaci), Wizards
(penyihir), dan manusia. Selain pendek, para Hobbit punya telapak kaki
lebar, rambut keriwil-keriwil, plus ujung telinga runcing.
Para Hobbit, makhluk yang selalu riang itu, mendiami kawasan The
Shire. Itu adalah tempat indah dengan rumah-rumah pendek dengan warna
hijau rumput.
Ternyata Nusantara tepatnya di Nusa Tenggara Timur tak hanya memiliki Komodo, hewan unik dari zaman purba yang berhabitat di sana. Sebuah gua di Pulau Flores, Liang Bua menguak eksistensi manusia hobbit, yang ukurannya mini, jauh lebih kecil dari manusia kebanyakan. Dengan nama ilmiah, Homo floresiensis.
Liang Bua tempat ditemukannya fossil para Hobbit |
Ilmuwan menemukan, pulau tempat di mana hobbit tinggal memiliki keanekaragaman ekologis tinggi. Para peneliti kali pertamanya mengumumkan penemuan hobbit pada 2004. Sejak itu, fosilnya menjadi obyek ketertarikan, juga bahan kontroversi.
Para hobbit tinggal di Pulau Flores, salah satu bagian dari kepulauan Indonesia. Ia hidup bersama dengan tikus raksasa, kerabat gajah yang disebut Stegodon, dan Naga Komodo yang menakutkan.
Penelitian terbaru yang
dilakukan Henneke Meijer dari Smithsonian Institution dan Badan
Arkeologi Indonesia menunjukkan, kala itu -- sekitar 17.000 tahun lalu
-- juga hidup banyak jenis burung. Hal ini dipresentasikan Meijer dalam
pertemuan Society of Vertebrate Paleontology.
Meijer mengaku melihat ratusan tulang belulang burung terkubur di dalam tanah di Liang Bua. Di antaranya ada walet dan jenis burung yang berkicau. Peneliti perempuan itu juga mengidentifikasi burung air -- yang mengindikasikan ada rawa, dataran berlumpur, dan danau di dekat gua tersebut.
Saat ini, sungai bernama Wae Racang berada dalam jarak 200 meter dan mengalir di kedalaman 30 meter di bawah Liang Bua. Tulang-bekulang burung itu memiliki tanda serangan pemangsanya, yang mungkin memangsa mereka ke dalam gua. "Jumlah spesies burung yang kami dapatkan di Liang Bua lebih banyak dari tempat lain," kata Meijer.
Temuan yang paling menarik dalam gua adalah fosil burung bangau marabou (marabou stork) yang mati di gua itu 25.000 tahun lalu. Bentuknya mirip dengan burung nasar berkepala putih yang saat ini hidup di Afrika. Namun bentuknya jauh lebih besar.
Tingginya hampir dua meter, menjulang jauh lebih tinggi dari para hobbit. Ini yang menimbulkan spekulasi: hobbit punah dimangsa burung raksasa.
Meijer mengaku melihat ratusan tulang belulang burung terkubur di dalam tanah di Liang Bua. Di antaranya ada walet dan jenis burung yang berkicau. Peneliti perempuan itu juga mengidentifikasi burung air -- yang mengindikasikan ada rawa, dataran berlumpur, dan danau di dekat gua tersebut.
Saat ini, sungai bernama Wae Racang berada dalam jarak 200 meter dan mengalir di kedalaman 30 meter di bawah Liang Bua. Tulang-bekulang burung itu memiliki tanda serangan pemangsanya, yang mungkin memangsa mereka ke dalam gua. "Jumlah spesies burung yang kami dapatkan di Liang Bua lebih banyak dari tempat lain," kata Meijer.
Temuan yang paling menarik dalam gua adalah fosil burung bangau marabou (marabou stork) yang mati di gua itu 25.000 tahun lalu. Bentuknya mirip dengan burung nasar berkepala putih yang saat ini hidup di Afrika. Namun bentuknya jauh lebih besar.
Tingginya hampir dua meter, menjulang jauh lebih tinggi dari para hobbit. Ini yang menimbulkan spekulasi: hobbit punah dimangsa burung raksasa.
Namun, karena burung
bangkai dan burung nasar modern tidak berburu, namun mengais, Meijer
menduga, burung di Flores di masa itu juga mencari makan dengan cara
yang sama. "Satu-satunya alasan mereka ada di Liang Bua adalah mencari
makanan mereka, bangkai," kata dia. Dia menduga, bangkai bayi Stegodon
yang dibawa Hobbit ke gua mereka, menarik perhatian burung itu.
Lalu, bagaimana dengan spekulasi burung raksasa memangsa Hobbit?
Dia menjelaskan, Flores saat itu tidak memiliki predator mamalia besar seperti yang ditemukan di Afrika sekarang. Ini mungkin hasil dari fenomena yang dikenal sebagai 'pengerdilan' di mana mamalia lebih besar dari kelinci cenderung berevolusi ukuran tubuh kecil sebagai adaptasi terhadap sumber daya yang terbatas yang tersedia di pulau itu.
Naga Komodo, hobbit yang dilengkapi senjata batu, burung bangau dan bangkai, saling berkompetisi berburu stegodon. Namun, ini baru skrenario yang spekulatif - seperti halnya spekulasi yang mengatakan Burung Raksasa memangsa Hobbit. Meijer mengaku masih harus menguji hipotesisnya. Itu artinya, misteri manusia hobbit dari Flores belum terjawab tuntas.
Lalu, bagaimana dengan spekulasi burung raksasa memangsa Hobbit?
Dia menjelaskan, Flores saat itu tidak memiliki predator mamalia besar seperti yang ditemukan di Afrika sekarang. Ini mungkin hasil dari fenomena yang dikenal sebagai 'pengerdilan' di mana mamalia lebih besar dari kelinci cenderung berevolusi ukuran tubuh kecil sebagai adaptasi terhadap sumber daya yang terbatas yang tersedia di pulau itu.
Naga Komodo, hobbit yang dilengkapi senjata batu, burung bangau dan bangkai, saling berkompetisi berburu stegodon. Namun, ini baru skrenario yang spekulatif - seperti halnya spekulasi yang mengatakan Burung Raksasa memangsa Hobbit. Meijer mengaku masih harus menguji hipotesisnya. Itu artinya, misteri manusia hobbit dari Flores belum terjawab tuntas.
Komentar
Posting Komentar